baca selengkapnya..
Thursday, November 27, 2008
Belajar Mencintai Allah
Dulu, saat baru mulai bekerja di tahun 99, saya sungguh senang sekali. Dari penghasilan sebagai mahasiswa yang menyambi asisten laboratorium, berubah menjadi berpenghasilan penuh.
Seingat saya, uang gajian saya diawal-awal bekerja itu habis untuk beli baju,tas, sepatu, asesoris dan pernak-pernik kerja lainnya.
Orang tua saya juga tidak melarang saya menggunakannya untuk itu. Karena memang ya saya belum punya.
Di tahun 2000, team saya kedatangan anak baru. Karena sebaya, dengan cepat kami akrab. Makan siang bareng, belanja, nonton, lihat konser dan macam-macam kegiatan after office kami sering jalani.
Suatu hari sesudah libur Idul Adha, saya melihat ia sedang melihat-lihat ke buku tabungannya. Seingat saya, gajian sudah lewat. Dengan senyum-senyum saya bilang ke dia “Gajiannya udah habis ya?” Dia menoleh dan cuma nyengir sambil bilang “Iya, kemaren dipake buat beli kambing,”
Deg! kontan saya merasa tertampar. Beli kambing? Kurban doong?
Dengan kemaha tololan saya masih juga bertanya,”Kamu ngurban kemaren?” dan jawabannya hanya anggukan dan senyum bangga. Dia segera pergi meninggalkan saya yang jadi sibuk berpikir.

Waaah….Kenapa? Karena menurut saya, pengetahuan agama saya lebih baik dari dia. Tapi mengapa saat beramal, kok justru dia lebih dulu dari saya ? Padahal saya sudah tahu itu sejak lama, tapi belum juga mau saya melaksanakan karena saya pikir saya belumlah menjadi orang mampu. Saya masih anak-anak. Saya belum ini, belum itu…bla..bla..bla.

Saat itu mata saya seperti dibukakan oleh Allah SWT, bahwa diapun yang kira-kira berpenghasilan sama dengan saya mampu untuk melakukannya, tapi mengapa saya tidak ??!!
Allah mengingatkan saya dengan caraNya sendiri. Seolah menunjukkan bahwa saya sebenarnya mampu, tapi merasa tidak. Seperti mengatakan “Lihat orang yang kurang pengetahuan agamanya, dan punya gaji yang sama dengan kamu sudah bisa melakukannya, kamu??!!”

Akhirnya, dengan semangat, saya berniat, Insya Allah, Allah memberikan rezeki yang lebih banyak, sehingga saya bisa berkurban di tahun depan. Dan mulailah saya berkurban sejak saat itu. Alhamdulillah…

Singkat cerita, di tahun 2005 (saat saya sudah mulai berkeluarga), entah mengapa saat akan berkurban, saya berpikir-pikir –karena saat itu kami juga sedang banyak-banyaknya kebutuhan- untuk tidak berkurban dulu walaupun sudah kami niatkan dari awal tahun. Tapi begitu uangnya terkumpul kok jadi sayang yaa? *hmm…ceritanya ada setan nih yang menggoda hati*

Jadilah tahun itu, hari raya kurban kami lewati tanpa ada kurban dari kami. Tapi ada hal lain lagi, tidak lama setelah Idul Adha, sepulang mengantar saya ke kantor, suami menelpon dan memberitahukan, bahwa dia baru saja menabrak mobil orang dari belakang. Waduh!
Kap depan mobil kami penyok, kebetulan orang itu juga mengaku salah karena mengerem mendadak. Karena sama-sama salah, jadinya tidak saling menuntut dan bersedia untuk mengganti biaya kerusakan masing-masing.
Besoknya, suamiku membawa mobil ke bengkel ketok, setelah menawar-nawar akhirnya sepakat, biaya ketok dan cat sejumlah 600 ribu rupiah.
Saya langsung tertawa saat mendengar kabar itu. Suamiku bingung, aku langsung bilang “Dear, kamu tahu ngga berapa harga kambing kurban kemarin yang kita tidak jadi beli?” Suamiku diam, lalu kemudian tersenyum sambil menyebutkan angka 600 ribu. Hehehe…memang tahun itu harga kambing kurban yang standar 600 ribu rupiah. Impas!
Ah, lagi aku diingatkan oleh Allah, kalau sudah berniat baik, janganlah lagi ditunda-tunda!

Jangan diartikan ini menjadi “kalau tidak berkurban, maka akan mendapat bala” bukan, bukan begitu teman. Maksudnya, Allah mengingatkan kami yang memang sudah berniat akan berkurban di awal tahun, tiba-tiba saat waktunya datang kami meng-cancel karena merasa sayang, tidak mampu dan sedang banyak kebutuhan.

Kami menyadari sepenuhnya kami masih belajar mencintai Allah, padahal sungguh besar cinta Allah pada kami. Dijadikan segalanya mudah .
Apa yang kita dapatkan saat ini juga karena Allah SWT jua, apa salahnya saat tiba datang membuktikan cinta, kita berikan yang terbaik dari yang pernah diberikan-Nya?
Bukankah Nabi Ibrahim telah mencontohkan?
Jadi malu saya dengan Bapak para Anbiya ini.


Sering kita merasa taqwa
Tanpa sadar terjebak rasa
Dengan sengaja mencuri-curi
Diam-diam ingkar hati

Pada Allah mengaku cinta
Walau pada kenyataannya
Pada harta, pada dunia
Tunduk seraya menghamba

Reff:
Belajar dari Ibrahim
Belajar taqwa kepada Allah 2x
Belajar dari Ibrahim
Belajar untuk mencintai Allah

Malu pada Bapak para Anbiya
Patuh dan taat pada Allah semata
Tanpa pernah mengumbar kata-kata
Jalankan perintah tiada banyak bicara

Salam Qurban,
posted by fsusanti @ Thursday, November 27, 2008   2 comments
website metrics
about me
My Photo
Name:
Location: Jakarta, Indonesia

Just an Ordinary Women, who still trying reaching her dreams.

Yang Baru-baru
Archives
Shout Box
Links
Friendz of Mine
Kelas Menulis
  • Kelas Menulis-Hasyim
  • Kelas Menulis-Jonru
  • Kelas Menulis-Anung
  • Kelas Menulis-Awi
  • Kelas Menulis-Hanok/Iyas
  • Kelas Menulis-Leni
  • Kelas Menulis-Lily
  • Kelas Menulis-Maya
  • Kelas Menulis-Meu
  • Kelas Menulis-Ning Harmanto
  • Kelas Menulis-Rina
  • Kelas Menulis-Sya
  • Kelas Menulis-Tati
  • Kelas Menulis-Tina
  • Kelas Menulis-Yuyun
  • THANK YOU FOR VISITING THIS WEBSITE. BE A GOOD MOSLEM WHEREVER and WHENEVER YOU ARE

    Subscribe to PermataCimanggis
    Powered by groups.yahoo.com

    Powered by 

Blogger

    Template by
    Free Blogger Templates
    © SANTI