baca selengkapnya..
Wednesday, December 13, 2006
Rabu dini hari
Ini kejadian minggu lalu. Saat badan masih lemah karena masuk angin dan kelelahan.
Aku masih ingat dengan lemasnya dengkul setelah mendengar kabar bahwa suamiku kecelakaan. Motornya menabrak truk di daerah Casablanca jam 12 malam. Duuh...ya Allah..
Dengan perasaan tak menentu, aku pergi ke RS Tebet jam 00.30 bersama papaku. Di sana sudah banyak teman suami yang berkumpul dan menemani. Suamiku masih di UGD. Tangannya sedang dijahit. Bidai kayu sudah membungkus kaki kanannya. Foto rontgen kaki sudah terpasang di sana. Begitu melihat aku masuk, suamiku tersenyum. Aku lega..sungguh lega..karena ternyata suamiku tetap sadar. Dan aku sadar sepenuhnya setelah ada di sebelahnya, kalau tulang keringnya patah. Dan siku kirinya somplak. 6 jahitan terpasang. Aku tidak menangis, aku tidak tersenyum. Aku memandang dengan sedih. Kenapa terjadi sayangku? tapi melihatnya terbaring dengan lemah dan tetap tersenyum..aku berusaha untuk tersenyum juga.
Lama sekali suamiku di UGD sebelum akhirnya diputuskan dirawat di rumah sakit. Setelah berdebat sedikit dgn petugas ER yang menangani kamar (biasa..bisnis RS yang suka jual kamar lebih tinggi, apalagi kalau tahu kita memakai insurance-dgn alasan fully booked!Ealah...) Dan saat masih sibuk dengan petugas ER itu, aku kembali disibukkan dengan datangnya dua polisi dari polsek jakarta selatan. Waduh!! Salah! Mio yang ringsek ditinggal di POM Bensin, telat diangkat. Wah, sudah diangkut duluan deh ke polsek. Akhirnya setelah aku duduk lemas dengan kepala bersenut-senut, mertuaku mengambil alih urusan itu. Repot, karena polisi meminta STNK dan SIM suami. Duh..Pak Polisi, orang lagi kena musibah kok malah bikin tambah ribet bukannya memudahkan siiihhh???!!
Aku tak pusing soal itu. Aku masih mengikuti perkembangan suamiku yang di UGD. Setelah mendapat confirmasi kamar, sedikit perdebatan dengan polisi itu aku tinggalkan. Aku mengikuti suamiku yang dibawa ke lt.3. Itu sudah hampir jam 3 pagi. Aku lelah...suamiku apalagi...dia terlihat kedinginan dan badannya panas. Akhirnya begitu tiba di room 322, yang untungnya hanya untuk 1 orang pasien saja, aku baru bisa tenang. Dan suamiku bisa beristirahat.
Papa dan Papa mertuaku meninggalkan rumah sakit setelah yakin aku bisa menjaga suamiku sendiri. Sudah hampir subuh..mataku tak juga terpejam. Sendiri aku memandang suamiku yang terbaring tak berdaya. Ia masih terkadang meringis menahan nyeri. Memegang lututnya yang mulai memanas. Aku tak ingin bertanya kenapa dan apa sebabnya. Yang penting buat aku saat ini, suamiku tetap sadar. Dan kelihatannya semuanya akan menjadi baik-baik saja.
Sampai tiba-tiba wajah suamiku memucat dan dengan perlahan ia meminta aku memanggil perawat, karena ternyata obat anastesi sudah menghilang pengaruhnya. Sekarang yang ada adalah rasa nyeri yang teramat sangat. Suamiku bilang, dia akan pingsan menahan rasa nyerinya. Aku terburu-buru memanggil perawat. Setelah konfirmasi dokter yang cukup lama, perawat memberikan pereda rasa sakit. Dan perlahan, suamiku mulai sedikit tenang. Aku? Aku tetap tak bisa tidur. Dengan bersandar lengan kursi aku memandangi suamiku. Adakah yang bisa kulakukan untuk membagi rasa sakit itu, dear?
=bersambung=
posted by fsusanti @ Wednesday, December 13, 2006   1 comments
website metrics
about me
My Photo
Name:
Location: Jakarta, Indonesia

Just an Ordinary Women, who still trying reaching her dreams.

Yang Baru-baru
Archives
Shout Box
Links
Friendz of Mine
Kelas Menulis
  • Kelas Menulis-Hasyim
  • Kelas Menulis-Jonru
  • Kelas Menulis-Anung
  • Kelas Menulis-Awi
  • Kelas Menulis-Hanok/Iyas
  • Kelas Menulis-Leni
  • Kelas Menulis-Lily
  • Kelas Menulis-Maya
  • Kelas Menulis-Meu
  • Kelas Menulis-Ning Harmanto
  • Kelas Menulis-Rina
  • Kelas Menulis-Sya
  • Kelas Menulis-Tati
  • Kelas Menulis-Tina
  • Kelas Menulis-Yuyun
  • THANK YOU FOR VISITING THIS WEBSITE. BE A GOOD MOSLEM WHEREVER and WHENEVER YOU ARE

    Subscribe to PermataCimanggis
    Powered by groups.yahoo.com

    Powered by 

Blogger

    Template by
    Free Blogger Templates
    © SANTI